Jembatan Kaca ‘Caping Park’

September 18, 2018


INGIN melihat matahari terbit (sunrise) bahkan matahari terbenam (sunset), atau indahnya Kota Purwokerto dari ketinggian, anda bisa mengunjungi objek wisata ‘Caping Park’ yang berlokasi di Jalan Raya Baturraden Barat tepatnya di Desa Kebumen, Baturraden, Banyumas. Selain panorama yang indah, objek wisata ini juga menawarkan wisata edukasi bagi anak-anak, yakni mengenalkan mereka dengan kelinci, kambing, unggas, dan sapi.

“Anak-anak dapat mempelajari cara perawatan binatang-binatang tersebut seperti cara merawat kelinci yang terdiri atas berbagai jenis di antaranya ‘fuzzy lop’ dan flemish giant," kata General Manager Objek Wisata ‘Caping Park’ Prayitno, Sabtu (02/06/2018).


Selain wisata edukasi, ‘Caping Park’ juga spot berswafoto dengan latar belakang kota Purwokerto. Di objek wisata ini ada 12 titik berswafoto, salah satunya (selfie deck) jembatan kaca yang pertama ada di Jawa Tengah. "Jembatan kaca menggunakan 'tempered glass' impor untuk membangun jembatan kaca," katanya.

Dijelaskan setiap lembar kaca ‘tempered’ berukuran 2 x 2,5 meter itu mampu menahan beban sampai 1 ton sehingga aman bagi wisatawan yang hendak berswafoto di atas jembatan. Luas lahan objek wisata ‘Caping Park’ mencapai 47 hektare namun yang telah dibuka dan dikembangkan untuk wisata baru seluas 10 hektare. Lahan seluas 10 hektare itu terbagi atas 5 hektare untuk ‘Caping Park’ dan 5 hektare untuk agrowisata.



Objek wisata ini  operasional mulai pukul 08.00 WIB hingga 23.00 WIB, namun untuk sementara buka hingga pukul 20.00 WIB karena pembangunan baru mencapai 80 persen. Harga tiket masuk, sebesar Rp 20.000 untuk hari biasa dan Rp25.000 pada akhir pekan atau hari libur.
Leli (28) salah seorang pengunjung,asal Cilacap mengaku penasaran terhadap jembatan kaca yang ditawarkan oleh ‘Caping Park’. Menurutnya jembatan kaca itu merupakan yang pertama di Jawa Tengah.

"Sehingga saya datang ke sini bersama teman-teman. Jembatan kaca ini lebih menantang adrenalin, keren banget, enggak bakal menyesal. Saya akan ajak keluarga ke sini," ungkapnya.

Sumber: krjogja.com

Pentas TMII, Ronggeng Pandansari Pukau Ratusan Perantau

September 17, 2018
Pentas berdurasi 1,5 jam itu mendapat sambutan meriah karena menggunakan dialek Brebesan. Mereka sengaja datang ke TMII untuk melihat pentas budaya dari Brebes/foto: wasdiun

Pentas berdurasi 1,5 jam itu mendapat sambutan meriah karena menggunakan dialek Brebesan. Mereka sengaja datang ke TMII untuk melihat pentas budaya dari Brebes, meski harus meninggalkan tugas rutinnya di kota metropolitan. “Aku bela-belain datang ke Taman Mini pengin liat pentas budaya dari Brebes,” tutur Rojak, karyawan swasta asli Jatibarang di sela pentas.

Rojak mengaku mendengar kabar dari media sosial (medsos) Facebook dan Whatsapp. Dia berkomunikasi dengan beberapa temannya yang tergabung dalam Ikatan Perantau Brebes (IPB). Ada juga yang datang dari Paguyuban Anak Rantau Brebes Tegal dan Sekitar (Pagar Betis). Tidak ketinggalan Majelis Silaturahim keluarga Brebes (Masigab) serta Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) dan masyarakat perantau lainnya.

Ketua Masigab, Masrowi dalam sambutannya mengajak kepada warga Brebes yang ada diperantauan untuk memanfaatkan moment ini sebagai ajang silaturahmi lewat apreasiasi seni dan budaya Brebes.
“Selain itu, bisa kita kasih ide kepada pemerintah untuk kemajuan Kabupaten Brebes. Kami, diperantauan turut mendoakan dan tengah berjuang meningkatkan ekonomi keluarga di kampung, demi kemajuan Kabupaten Brebes,” ungkapnya.
Tidak hanya warga Brebes saja yang menyaksikan gelaran pentas budaya, sebanyak 25 anggota badan PBB United Nations Educational, Scientific, And Cultural Organization (Unesco) turut serta menyaksikan pagelaran dari awal hingga selesai.


Acara dilanjutkan dengan dialog bersama Bupati Brebes Hj Idza Priyanti SE, Forkopimda dan Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se Kabupaten Brebes.
Bupati juga terlihat sangat menikmati pertunjukan dan sesekali tertawa melihat adegan kocak yang diperankan Teater Kembang dari SMA 1 Brebes. Bupati dalam amanatnya memberi semangat kepada warga Brebes di Jabodetabek untuk terus berkarya.

Kehadiran mereka menjadi duta promosi bagi Brebes. Prestasi masyarakat Brebes di Jakarta akan mengangkat derajat ekonomi, pendidikan, sosial, serta kebudayaan masyarakat dikampung. “Prestasi kebudyaan dan pariwisata, bisa diangkat pula oleh saudara-saudara kita di Jabodetabek,” ujar Idza.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes, Amin Budi Raharjo menjelaskan, pentas tahunan ini sebagai upaya menggali budaya Brebes sekaligus mensosialisasikannya ke khalayak Indonesia dan dunia.

Kekayaan budaya dan pariwisata di Kabupaten Brebes sangat adi luhung dan memikat. Penampilan di TMII sebagai upaya apresiasi dan promosi budaya dan wisata. Sehingga kebudayaan dan pariwisata Brebes bisa go publik.

Lakon Ronggeng Tarling Pandansari dibesut para seniman muda Brebes dengan mengkolaborasi tarling, dangdut, teater dan ronggeng tampil mempesona dan memukau ratusan penonton.

Kabupaten Brebes merupakan daerah yang memiliki keragaman ekologi budaya. Keragaman tersebut tercermin dari keterpengaruhan dengan budaya lainnya. Baik dari keragaman seni, adat dan tradisi.

Karakteristik ini nampak dari warna budaya Brebes Selatan yang banyak dipengaruhi budaya Jawa Banyumasan serta Brebes Utara yang kaya dengan budaya Jawa Cerbonan.

Mengambil cerita ronggeng Pandansari Kecamatan Paguyangan, gerak perpaduan seni pertunjukan ini berangkat dari nuansa suasana masyarakat Pandansari yang berada di ketinggian lebih dari 1000 meter permukaan laut. Dekat dengan kawasan perkebunan teh Kaligua, nuansa agraris tercipta dalam masyarakat Pandansari.

Perkebunan teh Kaligua berdiri semenjak tahun1899 oleh Van John Pletnu & Co. Tahun 1900 dikelola oleh de Jong. Dalam upaya memordenisasikan mesin pabrik teh, de Jong membeli mesin ketel modern yang dikirim dari pelabuhan Cilacap menuju Kaligua. Dari Pagojengan ke Kaligua menempuh jarak 15 km, mesin ketel ditarik puluhan pekerja.

Untuk menghibur para pekerja, pihak pengusaha mendatangkan penari ronggeng dari Tinggarjaya Jatilawang. Peristiwa itu terjadi tahun1901dan perjalanan itu berlangsung 20 hari. Sejak itulah kesenian ronggeng Banyumasan dikenal hingga kini. Memiliki areal lahan 605, 80 ha, perkebunan Kaligua dikelola oleh PTP IX Perkebunan, menjadi khazanah budaya di Kabupaten Brebes.



Adopsi Naskah Moliere dan Tradisi

Berangkat dari tradisi ronggeng ini, kemasan cerita merujuk naskah drama satire Moliere Perancis yang disilangkan dengan tradisi Pandansari tersebut. Seorang penari ronggeng bernama Ningsih memadu asmara dengan Tarjo keluarga seniman tarling. Namun hubungan itu tidak direstui oleh masing-masing orang tua mereka. Jatuhlah sakit Ningsih. Sudah berbagai resep obat ia gunakan, tak ada yang memuaskan.

Hingga suatu ketika ia mendapatkan wangsit bahwa ada tabib dari Brebes Utara. Namun apa yang dia dapatkan hanyalah seorang dukun palsu. Pergulatan asmara Mereka tak tertahankan sehingga Ningsih depresi. Hingga pada akhirnya bertemu di dukun palsu tersebut yang akhirnya bisa menyadarkan Ningsih dan berakhir di pelaminan. Karena kedua orang tua Ningsih dan Tarjo merestui pernikahan Mereka.

Bergumul dengan seni tradisional, pertunjukan ini dikemas dengan kolaborasi teater modern dan seni pertunjukan ronggeng dengan tarling, menjadikan kemasan ini menarik digelar. Aroma teater sampakan dan gemulai penari ronggeng mewarnai kisah ini.

Gawe Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes ini hasil kerja bareng dengan Dewan Kesenian Daerah Brebes, melibatkan Komunitas Sanggar Karawitan Langen Sari Krida Utama pimpinan Ki Rakim Hardono dengan Teater Kembang SMA Negeri 1 Brebes.(red-ranah)

Wisata Seni Budaya Perlu Pendampingan Agar Eksis

September 17, 2018
Teguh Herdi Sancoyo/foto: istimewa

JATINEGARA merupakan salah satu kecamatan yang letaknya cukup jauh dari pusat Pemerintah Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Jatinegara terdiri dari beberapa desa yang memiliki kegiatan positif yang bisa menjadi aset wisata unggulan, baik lokal maupun nasional. Pasalnya, banyak potensi kesenian yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya, walaupun diantaranya nyaris punah.

Beragam kesenian tradisional dan kegiatan budaya secara turun temurun dilaksanakan, seperti Baritan, Sintren, Lais, Sedekah Bumi, Balo Balo dan lainnya yang masih terus di uri-uri oleh masyarakat. Pun begitu juga dengan budaya rukun, toleran dan paseduluran terus terjaga sebagai wujud karakteristik masyarakat Kabupaten Tegal.

Teguh Herdi Sancoyo, salah satu pemerhati seni budaya Kabupaten Tegal mengatakan, Baritan adalah upacara adat yang berkaitan dengan kepercayaan masyarakat dan peristiwa alam. Tradisi ini tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai penggembala.

"Budaya Baritan di Jatinegara ini adalah slametan atau syukuran para penggembala apapun, baik sapi, kerbau dan lainnya dengan menggelar pesta ritual. Disamping dengan doa dan lain-lain juga ada pentas seni ala penggembala berupa seni, seperti ronggeng yang tidak menggunakan slendang, tapi tali dadung yang dipergunakan untuk menarik kerbau, ini sebagai bentuk kehormatan untuk ikut menari," terangnya.

Tujuannya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada ternak yang digembala. Tradisi ini sampai sekarang masih ada di Desa Luwijawa Kecamatan Jatinegara. Biasanya dilaksanakan pada bulan Suro.

"Selain itu, Jatinegara memiliki potensi kesenian lain, seperti Ruwat Bumi yang rencananya dalam waktu dekat akan digelar di Desa Lebakwangi pada 6 Oktober mendatang, dan Sintren Tamansari yang telah mendunia," katanya lebih lanjut.



Nyaris punah

Ia menyayangkan, di era globalisasi yang serba modern sekarang ini banyak kesenian tradisional yang nyaris punah dan butuh perhatian. Seperti Lais atau Sintren, yang pelakunya adalah laki-laki dengan iringan musik dibikin sendiri dari bambu di Desa Gantungan. Termasuk Balo-balo dan yang lainnya.

"Kami tidak ingin pembangunan infrastruktur yang sudah bagus menggerus tradisi seni budaya di wilayah Jatinegara. Karena seni ini mewakili Tegal," ungkap Teguh yang pernah mengabdi di Jatinegara selama seperempat abad.



Peninggalan pra sejarah

Teguh juga menyebutkan kaitanya dengan peninggalan pra sejarah, seperti Situs Semedo dan Situs Pabrik Gula, yakni PG Pangka, Kemantran, Ujungrusi, Kemanglen, dan Balapulang. Bahkan SMA 1 dulu adalah bekas pabrik gula. Disinyalir Kali Gung dulu melewati Kemanglen.

"Mengapa di Kabupaten Tegal ada 5 pabrik gula, apa karena banyak lahan tebu ataukah bagi-bagi wilayah? Malah PG Pangka lebih tua dari PG Jatibarang Brebes," tanya Teguh.



Haritage Kabupaten Tegal

Dikemukakan lebih lanjut, terkait Haritage, di wilayah Jatinegara juga ditemukan Patung Lingga di Desa Gantungan. Situs bekas telapak kaki manusia yang diperkirakan sekira abad 14 jaman kewalian, di Desa Kedungwungu.

"Di Desa Lebakwangi juga ditemukan batu bergambar kaki kidang, sayangnya sudah dipecah. Kerangka jembatan besi yang jaman dulu untuk melangsir kayu dari Desa Lebakwangi ke Desa Wotgalih," ungkapnya.

Potensi lain yang ada di wilayah Jatinegara adalah Suaka Margasatwa. Sedangkan potensi wisata lain berada di Dukuh Wanarata Desa Wotgalih, yakni sebuah kawasan yang banyak orang menyebutnya sebagai candi, dan banyak dihuni kera ekor panjang yang sangat terjaga keberlangsungannya, karena dianggap keramat oleh masyarakat.

Wisata Goa Lawa Balapulang
Goa Lawa merupakan goa alam indah yang konon pernah menjadi tempat bertapa Raja-raja Mataram. Goa ini terletak di ketinggian di Desa Harjawinangun Kecamatan Balapulang.

"Wisata Goa Lawa dihuni ribuan lawa atau kelelawar. Sayangnya, wahana tersebut kurang bagus aksesnya dan kurang memadai, karena tidak terdapat penginapan. Padahal banyak terdapat batu-batu besar seperti Geo Park yang belum tersentuh dengan baik," tambahnya.

Ia berharap ada pihak terkait yang tergerak untuk mengembangkan potensi wisata tersebut, agar wisatawan yang datang benar-benar bisa menikmati pemandangan yang ada. Termasuk potensi seni dan budaya di wilayah Kabupaten Tegal. (didik)

Wujudkan Wisata Bersih, World CleanUp Day

September 17, 2018
Sejumlah aktivis dan relawan ikuti gerakan bersih-bersih OW Guci/foto: doc agus subagyo

SLAWI - Untuk meningkatkan kewaspadaan dan kepekaan terhadap bahaya dari pembuangan sampah sembarangan, sejumlah aktivis serta relawan pencinta lingkungan melaksanakan gerakan bersih-bersih, di Obyek Wisata (OW) Guci, Kabupaten Tegal Jawa Tengah.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tegal, Drs Agus Subagyo MM, Kamis (13/9) menyampaikan, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati hari pembersihan dunia (World CleanUp Day). Membuat bumi bersih dari sampah dan meningkatkan kesadaran setiap individu untuk membuang sampah.

"Alhamdulillah acara World CleanUp Day 2018 di OW Guci berhasil baik dan lancar," ungkap Agus.

Kegiatan itu diikuti SKPD, LSM pencinta lingkungan Kompak, Pramuka Saka Kalpataru, para pelajar, pedagang, warga masyarakat dan lain-lain. Sehingga terwujud sebuah kolaborasi yang massive dalam menyukseskan even bersih-bersih sampah, dengan membawa semangat perubahan terhadap penanganan sampah yang ada menuju Indonesia bersih sampah.

"World CleanUp Day merupakan gerakan yang mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersama-sama, turut andil dalam membersihkan sampah secara serentak dalam waktu bersamaan," lanjut Agus.

Ditambahkan, dalam kegiatan tersebut terkumpul sampah 1 dump truck 6 ton, ribuan puntung rokok dan ratusan bungkus rokok. (didik)

Kelautan

September 08, 2018



Sektor maritim sejogianya menyimpan potensi ekonomi mencapai US$ 1,33 trilyun dan nilai ekonomi kelautan menyentuh angka Rp 3.000 trilyun per tahun. Hal itu dikatakan President Indonesian Maritime Pilots Association (INAMPA), Pasoroan Herman Harianja di Medan, Selasa (5/9). 

Menurutnya, pemanfaatan jasa pemanduan dan aktivitas bisnis maritim merupakan bagian dari berbagai potensi ekonomi maritim yang dimiliki Republik Indonesia.

Potensi ekonomi maritim meliputi industri pengolahan ikan (7%), industri bioteknologi (14%), pertambangan dan energi (16%), wisata bahari (4%), transportasi laut (2%), industri jasa maritim (15%), sumber daya pulau-pulau kecil (9%), dan hutan mangrove (15%).
Indonesia membutuhkan perluasan wilayah perairan wajib pandu. Sudah saatnya Pemerintah memperluas wilayah perairan wajib pandu bila ingin memanfaatkan potensi ekonomi dalam kebijakan Poros Maritim Dunia.
Dari potensi kelautan dan perikanan di Kota Tegal, tumbuh industri-industri ikutan, seperti industri pengolahan ikan, yang hingga saat ini berkembang dalam berbagai jenis, seperti industri pengeringan ikan asin, industri fillet ikan (pemotongan daging ikan), pengasapan ikan, tepung ikan, bandeng presto, pemindangan ikan, bakso ikan, nugget ikan, empek-empek, terasi, kerupuk, abon ikan, hingga kerupuk kulit ikan. Saat ini terdapat sedikitnya 200 industri pengolahan ikan di Kota Tegal. Selain industri pengolahan ikan, potensi laut yang dimiliki Tegal juga memunculkan banyak usaha lain, seperti tambak, perairan umum, dan kolam ikan. Masih berdasarkan data Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, pada 2014, luas tambak di Kota Tegal mencapai 543,58 hektar, dengan jumlah pemilik sekitar 566 orang. Tambak di Kota Tegal tersebar di tiga kecamatan, dari empat kecamatan yang ada di Kota Tegal, yaitu Kecamatan Tegal Barat, Margadana, dan Tegal Timur. Produksi tambak di Kota Tegal mencapai 1.238 ton dengan nilai Rp 1,002 miliar per tahun.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Potensi Bahari di Pantai Utara ", https://ekonomi.kompas.com/read/2015/04/13/192000226/Potensi.Bahari.di.Pantai.Utara..
Sejak 2010 hingga 2014, produksi perikanan tangkap di Kota Tegal cenderung fluktuatif, tetapi nilai produksinya terus meningkat. Pada 2010, produksi perikanan tangkap sekitar 20.323,8 ton dengan nilai Rp 135,61 miliar, produksi pada 2011 sekitar 29.516 ton dengan nilai Rp 198,9 miliar, produksi pada 2012 mencapai 27.170,4 ton dengan nilai Rp 206,8 miliar. Adapun volume produksi pada 2013 sekitar 23.474 ton dengan nilai Rp 233,1 miliar dan pada 2014 volume produksi perikanan tangkap di Kota Tegal mencapai 25.123,7 ton dengan nilai Rp 255,2 miliar. Perkembangan sektor perikanan tangkap tidak terlepas dari perkembangan teknologi. Dahulu, perikanan tangkap di Tegal hanya berkembang dengan peralatan sederhana, berupa perahu layar dan dayung. "Sejak tahun 1950-an, sudah ada nelayan yang mencari ikan, menggunakan perahu layar atau perahu dayung," kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kota Tegal Mahmud Effendi. Nelayan mulai berkembang mencari ikan dengan perahu motor sekitar tahun 1970. Awalnya mesin yang digunakan hanya mesin tempel, dengan kapasitas kecil, hingga saat ini berkembang menggunakan mesin dengan kapasitas besar yang mampu menjangkau hingga perairan di luar Jawa. Tasman (55), mantan nakhoda kapal yang saat ini menjadi Bendahara HNSI Kota Tegal, menuturkan, nelayan mengalami kejayaan karena hasil tangkapan melimpah pada sekitar tahun 1990 hingga 1997. "Saat itu, nelayan mulai bisa membangun rumah," ujarnya. Namun saat ini, hasil tangkapan cenderung menurun. Jangka waktu melaut lebih lama karena jarak tempuh kapal untuk mendapatkan ikan lebih jauh. Meskipun demikian, dia mengakui, sektor perikanan tetap menjadi andalan dan menjadi denyut nadi bagi masyarakat pesisir Kota Tegal. Jumlah nelayan memang tidak ada separuh dari jumlah penduduk di Kota Tegal, yang mencapai sekitar 240.000 orang. Namun, sektor kelautan dan perikanan tidak hanya memberikan penghidupan dari sisi perikanan tangkap. Dari potensi kelautan dan perikanan di Kota Tegal, tumbuh industri-industri ikutan, seperti industri pengolahan ikan, yang hingga saat ini berkembang dalam berbagai jenis, seperti industri pengeringan ikan asin, industri fillet ikan (pemotongan daging ikan), pengasapan ikan, tepung ikan, bandeng presto, pemindangan ikan, bakso ikan, nugget ikan, empek-empek, terasi, kerupuk, abon ikan, hingga kerupuk kulit ikan. Saat ini terdapat sedikitnya 200 industri pengolahan ikan di Kota Tegal. Selain industri pengolahan ikan, potensi laut yang dimiliki Tegal juga memunculkan banyak usaha lain, seperti tambak, perairan umum, dan kolam ikan. Masih berdasarkan data Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Tegal, pada 2014, luas tambak di Kota Tegal mencapai 543,58 hektar, dengan jumlah pemilik sekitar 566 orang. Tambak di Kota Tegal tersebar di tiga kecamatan, dari empat kecamatan yang ada di Kota Tegal, yaitu Kecamatan Tegal Barat, Margadana, dan Tegal Timur. Produksi tambak di Kota Tegal mencapai 1.238 ton dengan nilai Rp 1,002 miliar per tahun.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Potensi Bahari di Pantai Utara ", https://ekonomi.kompas.com/read/2015/04/13/192000226/Potensi.Bahari.di.Pantai.Utara..

Lahan Pertanian di Kabupaten Tegal Makin Sempit

September 08, 2018
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal Khofifah mengatakan, alih fungsi lahan pertanian menjadi salah satu persoalan yang dihadapi dalam pembangunan pangan di Kabupaten Tegal.

"Beberapa persoalan yang kita hadapi dalam pembangunan pangan di Kabupaten Tegal, diantaranya alih fungsi lahan pertanian," katanya, kemarin.
Kendati tak merinci jumlahnya, Khofifah alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian di Kabupaten Tegal makin marak. ‎Lahan pertanian yang semula ada sudah berubah menjadi perumahan, perusahaan, dan jalan tol.

Selain masifnya alih fungsi lahan pertanian, Khofifah melanjutkan, persoalan lain yang dihadapi adalah banyaknya lahan pertanian yang gagal panen atau puso, penggunaan bahan tambahan pangan terlarang seperti formalin, dan adanya lahan pertanian yang‎ endemis banjir dan kekeringan, dan belum optimalnya pemanfaatan bahan pangan non beras.
"Ada paradigma di masyarakat yang menyatakan belum makan kalau bukan nasi. Ini membuat tingginya kebutuhan beras," ujar Khofifah.

Khofifah menyebut perlu upaya konkrit dalam meningkatkan ketahanan pangan dan menjadikannya skala prioritas untuk menyikapi sejumlah persoalan tersebut. (far/zul)

Sumber:
https://radartegal.com/berita-lokal/alih-fungsi-lahan-pertanian-di-kabupaten-tegal.18947.html

Guci, Destinasi Wisata Alam

September 08, 2018

Obyek tempat wisata di Tegal Guci ini menjadi pembuka karena cukup terkenal dikalangan masyarakat pada umumnya. Tempat ini merupakan destinasi wisata yang mengsung konsep pemandian air panas sebagai keunggulannya. Tempat wisata yang berada di Sigedong, Bumijawa, Tegal ini memiliki keunikan karena suhu air panas di tempat wisata ini berbeda tergantung Anda mencobanya di tingkatan yang mana. Ada 25 tingkatan air panas yang bersumber dari gunung yang menaungi daerah tersebut, yaitu gunung Slamet. Karena mengandung belerang, tidak disarankan untuk mandi terlalu lama di pemandian ini karena dapat berbahaya.

Anda dapat mencapai pemandian air panas ini dengan menempuh perjalanan sepanjang 40 km dari kota Tegal atau kurang lebih 30 km dari Slawi.selain dapat menikmati pemandian air panas, kita juga disuguhi pemandangan pegunungan yang indah dan udara yang sejuk dan menyegarkan. Kita juga dapat berpiknik disini dengan menggelar tikar dan bersantai menikmati makanan khas yang dijajakan oleh banyak pedagang.

Manfaat Lingkungan Alam

September 08, 2018
Lingkungan alam diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk keperluan manusia. Lingkungan alam dapat berupa gunung, sungai, pantai, dan daratan. Manusia memanfaatkan lingkungan alam tersebut untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, lingkungan alam sangat bermanfaat bagi manusia. Tahukah kamu manfaat lingkungan alam bagi manusia? Manfaat kenampakan alam di sekitar manusia sebagai berikut.

a. Gunung
Gunung merupakan gundukan tanah yang tinggi. Banyak pohon tumbuh di gunung. Sewaktu hujan, akar akan menyerap air. Air hujan diserap di dalam tanah. Sehingga tidak terjadi banjir. Pada waktu musim kemarau, kita tidak akan kekurangan air. Di gunung juga terdapat air terjun dan pemandangan yang indah. Sehingga dapat dijadikan objek wisata. Selain itu, gunung bisa dijadikan objek pendakian bagi pencinta alam.

b. Sungai
Sungai merupakan tempat air mengalir. Sungai dapat digunakan manusia, misalnya untuk mandi dan mencuci. Sungai dapat juga digunakan untuk mengairi sawah. Biasanya dinamakan dengan irigasi. Di sungai, orang dapat juga memelihara ikan. Tahukah kamu jenis-jenis ikan yang biasa dipelihara? Ada ikan lele, ikan mujahir, ikan gurami, dan ikan nila. Pernahkan kamu naik perahu atau kapal? Sungai yang besar bisa dilalui oleh perahu. Sungai yang besar terdapat di Sumatra dan Kalimantan.

c. Pantai
Apakah kamu pernah pergi ke pantai? Apa mata pencaharian penduduk di sekitar pantai? Penduduk pantai sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Nelayan menjual hasil tangkapannya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Kamu juga dapat menjumpai tambak di sekitar pantai. Pelabuhan bongkar muat barang dan transportasi antarpulau juga terdapat di pantai. Permukiman penduduk pantai memanjang mengikui garis pantai. Pantai sangat penting bagi penduduk. Kita harus menjaga pantai dari kerusakan. Contoh perbuatan yang dapat kamu lakukan adalah tidak membuang sampah ke laut.

Rujak Teplak Khas Tegal, Beda dan Lebih Nikmat

September 05, 2018


Rujak teplak jika dibayangkan mungkin tidak jauh beda dengan rujak pada umumnya. Namun tidak dengan rujak khas Tegal ini. Rujak ini beda dengan rujak cingur dari Surabaya atau rujak bebeg dari Jawa Barat.

Rujak teplak ini terbuat dari beberapa jenis sayuran seperti kangkung, lembayung, daun ubi jalar, daun pepaya, daun singkong, tauge, kok jantung pisang, pare, dan timun yang direbus.

Memang bila melihat bahan dasar yang dipake rujak teplak, mungkin hampir sama seperti rujak pecel khas Jawa Timur.
Satu yang mencolok dan sangat membedakan rujak teplak dengan rujak dari daerah lain adalah sambalnya. Bila kebanyakan rujak memakai bumbu kacang sebagai sambel utama, rujak teplak justru memakai sambal yang dibuat dari bahan singkong yang direbus dan ditumbuk.

Setelah halus, singkong ini diletakkan dalam sebuah wadah yang kemudian dicampur dengan sambel dari cabe merah yang diulek dan ditambah sedikit garam, terasi dan gula merah. Pedas tidaknya rujak teplak ini, bisa disesuaikan dengan selera, dan tergantung pada sambal dari cabe merah yang dicampurkan dengan tumbukan singkong.

Dainah, penjual rujak teplak, warga RT 05 RW 05 Kelurahan/Kecamatan Margadana Kota Tegal menjelaskan, rujak teplak beda dengan rujak cingur dari daerah Jawa Timur. Karena sambelnya menggunakan singkong yang direbus, kemudian ditumbuk dan dicampur dengan cabe merah.
“Setelah dicampur rata, singkong dan sambal dicairkan dengan air matang hingga kental, sayuran yang sudah direbus lalu disiram dengan sambel, dan disajikan dengan cara dibungkus atau dipincuk,” kata Dainah yang menggelar dagangan didepan rumahnya.

Rujak teplak oleh sebagian masyarakat Tegal dimanfaatkan sebagai lauk untuk makan. Harga satu pincuk rujak teplak cukup murah, biasanya sekitar Rp 2000.(didik yuliyanto)