Pentas TMII, Ronggeng Pandansari Pukau Ratusan Perantau

September 17, 2018
Pentas berdurasi 1,5 jam itu mendapat sambutan meriah karena menggunakan dialek Brebesan. Mereka sengaja datang ke TMII untuk melihat pentas budaya dari Brebes/foto: wasdiun

Pentas berdurasi 1,5 jam itu mendapat sambutan meriah karena menggunakan dialek Brebesan. Mereka sengaja datang ke TMII untuk melihat pentas budaya dari Brebes, meski harus meninggalkan tugas rutinnya di kota metropolitan. “Aku bela-belain datang ke Taman Mini pengin liat pentas budaya dari Brebes,” tutur Rojak, karyawan swasta asli Jatibarang di sela pentas.

Rojak mengaku mendengar kabar dari media sosial (medsos) Facebook dan Whatsapp. Dia berkomunikasi dengan beberapa temannya yang tergabung dalam Ikatan Perantau Brebes (IPB). Ada juga yang datang dari Paguyuban Anak Rantau Brebes Tegal dan Sekitar (Pagar Betis). Tidak ketinggalan Majelis Silaturahim keluarga Brebes (Masigab) serta Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) dan masyarakat perantau lainnya.

Ketua Masigab, Masrowi dalam sambutannya mengajak kepada warga Brebes yang ada diperantauan untuk memanfaatkan moment ini sebagai ajang silaturahmi lewat apreasiasi seni dan budaya Brebes.
“Selain itu, bisa kita kasih ide kepada pemerintah untuk kemajuan Kabupaten Brebes. Kami, diperantauan turut mendoakan dan tengah berjuang meningkatkan ekonomi keluarga di kampung, demi kemajuan Kabupaten Brebes,” ungkapnya.
Tidak hanya warga Brebes saja yang menyaksikan gelaran pentas budaya, sebanyak 25 anggota badan PBB United Nations Educational, Scientific, And Cultural Organization (Unesco) turut serta menyaksikan pagelaran dari awal hingga selesai.


Acara dilanjutkan dengan dialog bersama Bupati Brebes Hj Idza Priyanti SE, Forkopimda dan Pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se Kabupaten Brebes.
Bupati juga terlihat sangat menikmati pertunjukan dan sesekali tertawa melihat adegan kocak yang diperankan Teater Kembang dari SMA 1 Brebes. Bupati dalam amanatnya memberi semangat kepada warga Brebes di Jabodetabek untuk terus berkarya.

Kehadiran mereka menjadi duta promosi bagi Brebes. Prestasi masyarakat Brebes di Jakarta akan mengangkat derajat ekonomi, pendidikan, sosial, serta kebudayaan masyarakat dikampung. “Prestasi kebudyaan dan pariwisata, bisa diangkat pula oleh saudara-saudara kita di Jabodetabek,” ujar Idza.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes, Amin Budi Raharjo menjelaskan, pentas tahunan ini sebagai upaya menggali budaya Brebes sekaligus mensosialisasikannya ke khalayak Indonesia dan dunia.

Kekayaan budaya dan pariwisata di Kabupaten Brebes sangat adi luhung dan memikat. Penampilan di TMII sebagai upaya apresiasi dan promosi budaya dan wisata. Sehingga kebudayaan dan pariwisata Brebes bisa go publik.

Lakon Ronggeng Tarling Pandansari dibesut para seniman muda Brebes dengan mengkolaborasi tarling, dangdut, teater dan ronggeng tampil mempesona dan memukau ratusan penonton.

Kabupaten Brebes merupakan daerah yang memiliki keragaman ekologi budaya. Keragaman tersebut tercermin dari keterpengaruhan dengan budaya lainnya. Baik dari keragaman seni, adat dan tradisi.

Karakteristik ini nampak dari warna budaya Brebes Selatan yang banyak dipengaruhi budaya Jawa Banyumasan serta Brebes Utara yang kaya dengan budaya Jawa Cerbonan.

Mengambil cerita ronggeng Pandansari Kecamatan Paguyangan, gerak perpaduan seni pertunjukan ini berangkat dari nuansa suasana masyarakat Pandansari yang berada di ketinggian lebih dari 1000 meter permukaan laut. Dekat dengan kawasan perkebunan teh Kaligua, nuansa agraris tercipta dalam masyarakat Pandansari.

Perkebunan teh Kaligua berdiri semenjak tahun1899 oleh Van John Pletnu & Co. Tahun 1900 dikelola oleh de Jong. Dalam upaya memordenisasikan mesin pabrik teh, de Jong membeli mesin ketel modern yang dikirim dari pelabuhan Cilacap menuju Kaligua. Dari Pagojengan ke Kaligua menempuh jarak 15 km, mesin ketel ditarik puluhan pekerja.

Untuk menghibur para pekerja, pihak pengusaha mendatangkan penari ronggeng dari Tinggarjaya Jatilawang. Peristiwa itu terjadi tahun1901dan perjalanan itu berlangsung 20 hari. Sejak itulah kesenian ronggeng Banyumasan dikenal hingga kini. Memiliki areal lahan 605, 80 ha, perkebunan Kaligua dikelola oleh PTP IX Perkebunan, menjadi khazanah budaya di Kabupaten Brebes.



Adopsi Naskah Moliere dan Tradisi

Berangkat dari tradisi ronggeng ini, kemasan cerita merujuk naskah drama satire Moliere Perancis yang disilangkan dengan tradisi Pandansari tersebut. Seorang penari ronggeng bernama Ningsih memadu asmara dengan Tarjo keluarga seniman tarling. Namun hubungan itu tidak direstui oleh masing-masing orang tua mereka. Jatuhlah sakit Ningsih. Sudah berbagai resep obat ia gunakan, tak ada yang memuaskan.

Hingga suatu ketika ia mendapatkan wangsit bahwa ada tabib dari Brebes Utara. Namun apa yang dia dapatkan hanyalah seorang dukun palsu. Pergulatan asmara Mereka tak tertahankan sehingga Ningsih depresi. Hingga pada akhirnya bertemu di dukun palsu tersebut yang akhirnya bisa menyadarkan Ningsih dan berakhir di pelaminan. Karena kedua orang tua Ningsih dan Tarjo merestui pernikahan Mereka.

Bergumul dengan seni tradisional, pertunjukan ini dikemas dengan kolaborasi teater modern dan seni pertunjukan ronggeng dengan tarling, menjadikan kemasan ini menarik digelar. Aroma teater sampakan dan gemulai penari ronggeng mewarnai kisah ini.

Gawe Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Brebes ini hasil kerja bareng dengan Dewan Kesenian Daerah Brebes, melibatkan Komunitas Sanggar Karawitan Langen Sari Krida Utama pimpinan Ki Rakim Hardono dengan Teater Kembang SMA Negeri 1 Brebes.(red-ranah)

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »